Sejarah pemakaian uang sudah ada 3000 tahun yang silam. Uang logam itu dipakai oleh orang Lydia. Koin yang mereka ciptakan terbuat dari batangan elektrum campuran emas dan perak.
Beberapa generasi kemudian, muncul dollar Amerika Serikat (AS). Greenback, mata uang AS tersebut, menjadi hegemoni tiada tara sejak Perang Dunia II. Kala itu, Paman Sam membantu korban Perang Dunia II di Eropa dengan menggunakan dollar. Sejak itu, AS tak lagi memakai standar emas yang dikenal sebagai kebijakan Bretton Wood. Uang pun akhirnya diperdagangkan secara bebas sebagai komoditas yang tak punya underlying emas.
Setelah menjadi penentu nilai tunggal dunia (currency), kini dollar mendapat rintangan dahsyat. Karena, sejak 1 Januari 1999, meluncur euro. Mata uang Eropa tersebut makin perkasa sesudah muncul pertama kali dengan nilai 1.18 dollar AS per satu euro.
Selain hadangan euro, juga dollar bakal ditantang secara telak oleh dinar serta dirham. Apalagi, lokomotif dinar berupa bank syariah kian melaju pesat di berbagai negara.
Gagasan Untuk Menggunakan Dinar
Ide kembali ke dinar digaungkan gerakan internasional “Murabitun”. Komunitas Muslim Eropa itu mengeluarkan fatwa haram atas uang kertas pada 18 Agustus 1991. Murabitun didirikan oleh Syekh Abdul Qadir as-Sufi al-Murabit (Ian Dallas). Ia mantan selebriti sekaligus sahabat Yusuf Islam (Cat Stevens) yang lahir di kota Ayr, Skotlandia, pada 1930.
Datuk Sri Mahathir Mohammad (saat itu Perdana Mentri Malaysia ) ikut mengkampanyekan “jihad dinar”. Ia menganggap penggunaan dinar dilakukan demi menghindari gejolak kurs. Di samping itu, untuk mencegah ketergantungan negara miskin dari penguasaan negara kaya pemilik dollar. Sebab, negara pemakai dollar selalu semaunya menetapkan harga barang, utang dan produksi dalam dollar. Padahal, ketika memproduksi barang, yang digunakan justru duit lokal. Negara miskin pun akhirnya yang harus membayar selisih kurs. Sementara negara kaya menikmati selisih pembayaran tersebut. Keuntungan yang mereka peroleh dipakai pula buat mensubsidi produsen serta pekerja di negaranya.
Mahathir meyakinkan kalau dinar mampu merontokkan dollar. Langkah itu jelas akan melemahkan AS di kancah ekonomi.
Mahathir melihat bila penggunaan dollar cuma bakal memperkuat posisi Paman Sam dalam menyediakan senjata untuk Israel. Ironisnya, senjata tersebut dipakai untuk menembaki secara membabi-buta bangsa Palestina.
Dinar yang berasal dari Kerajaan Bizantium, Romawi Timur, merupakan mata uang emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Saat ini, nilai dinar mencapai Rp 540 ribu. Sedangkan dirham adalah mata uang berbahan utama perak yang berasal dari Kekaisaran Persia. Beratnya tiga dan lima gram. Nilai dirham mencapai Rp 17 ribu .
Di masa Nabi Muhammad, satu dinar sama dengan satu mitsqal yang setara 6.000 habbah khardal (biji sawi). Sementara satu dirham sebanding dengan 7/10 mitsqal.
Gara-gara Saddam
Umat Islam mesti segera merumuskan dinar sebagai mata uang tunggal di ranah global. Kebijakan itu mendesak direalisasikan supaya kaum Muslim tidak berkubang terus dalam penindasan serta kemiskinan. Apalagi, dinar yang direkomendasikan Nabi Muhammad tak punya dampak inflasi (zero inflation effect). Dinar dipandang tidak berfluktuasi seperti rupiah yang mengacu pada dollar AS. Wujudnya memiliki nilai tukar riil. Bahkan, bebas dari spekulasi.
Pada kurun ini, keuangan dunia teramat mencemaskan. Data World Bank 2004 memaparkan jika jumlah uang yang beredar di pasar uang mencapai 500 triliun dollar AS. Sedangkan jumlah uang yang beredar di pasar barang dan jasa hanya enam triliun dollar AS.
Nilai uang yang beredar tersebut, sesungguhnya tidak ada harganya kecuali angka nominalnya. Fenomena itu yang dinamakan ekonomi gelembung (bubble ecomony). Dari luar terlihat besar, tetapi, sangat rapuh bak busa sabun. Struktur tersebut tidak akan dialami oleh dinar. Mata uang itu berani tampil beda dibandingkan dollar AS, euro, pounsterling, yen, yuan, riyal, mark, bath, ringgit, kwanza, rupiah serta sekitar 200 nama aneh lainnya.
Mata uang dunia tergolong uang hampa (fiat money) lantaran tak punya nilai intrinsik yang signifikan. Sementara dinar memiliki likuiditas yang tinggi berkat berbahan utama emas. Angka nominalnya diimbangi oleh materinya. Dalam sejarahnya, uang kertas kadang bertahan selama 25 tahun. Setelah itu diganti dengan yang baru. Ketika muncul penggantinya, berarti duit sebelumnya tidak lagi berlaku. Hingga, dijual kiloan di pasar loak. Sedangkan dinar tak bakal pernah dijual kiloan. Karena, wujudnya dari emas. Dinar justru makin lama kian mahal seiring perjalanan waktu.
Ihwal tersebut juga menunjukkan kalau dollar AS pada intinya tak ada apa-apanya. Dollar berkibar penuh keangkuhan justru dengan todongan senjata. Perang Irak, contohnya, tiada lain cuma skenario Paman Sam untuk menguasai geostrategi kawasan Timur Tengah. Alhasil, AS dapat mempertahankan dominasi dollar sebagai alat buat menguasai perdagangan dunia.
Perang Irak berkobar gara-gara Saddam hanya mau menerima pembayaran minyaknya dengan euro. Tentu saja AS murka. Hingga, George W Bush mencari dalih taktis negatif hasil rekayasa brilian guna menggempur Irak sampai bonyok berdarah-darah.
Sekarang, dibutuhkan kesabaran dan keseriusan dalam menyongsong penggunaan dinar pada sistem moneter. Dinar sebagai gold money yang lebih valid, harus segera menggantikan dollar. Sebab, selama dollar memegang kendali sistem keuangan dunia, yang terhampar tiada lain kesenjangan ekonomi antarnegara maupun antarwarga.
Pada saat ini, daya saing Paman Sam di pasar global makin menciut. Apalagi, tiap jam AS mengalami defisit neraca berjalan (current account deficit) sebesar 60 juta dollar AS (RP 540 miliar).
Akhirul kalam, tak ada lagi alasan untuk mempertahankan dollar yang sudah renta serta rabun. Dinar sebagai koin emas yang abadi, wajib menjadi mata uang universal guna menutup sejarah kelam dollar yang sarat skandal destruktif.
sumber:morzing.com
sumber:morzing.com
Posting Komentar