Bank Dunia menilai Indonesia masih terancam belanja subsidi energi. Menurut ekonom utama Bank Dunia, Ndiame Diop, masih ada alasan untuk melanjutkan reformasi fiskal dengan menaikkan harga barang bersubsidi, seperti bahan bakar minyak (BBM), agar selisihnya tidak terlalu jauh dengan harga pasar.
"Peningkatan harga energi global disertai dengan pelemahan rupiah akan menambah selisih antara harga subsidi dan harga pasar," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 2 Juli 2013.
Diop menegaskan, meski harga BBM bersubsidi telah dinaikkan, pada periode berikutnya, dorongan belanja tersebut bisa lebih tinggi. Sebab, Indonesia terus menambah impor energi seiring tingginya pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, terjadi penurunan produksi minyak dalam negeri. Karena kondisi ini terjadi di tengah situasi global yang bergejolak, upaya penghematan pun menjadi tidak menentu. "Masih ada alasan kuat untuk melanjutkan reformasi fiskal," ujarnya.
Bank Dunia memperkirakan penghematan fiskal langsung dari peningkatan harga BBM bersubsidi akan mencapai Rp 42 triliun pada 2013. Selanjutnya, penghematan itu akan meningkat menjadi Rp 85 triliun pada 2014.
Bank Dunia menyambut baik kenaikan harga BBM bersubsidi yang berlaku pada 22 Juni 2013 itu. Dalam jangka pendek, penyesuaian harga BBM tersebut membantu membatasi peningkatan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) 2013.
Bank Dunia menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013, dari 6,2 persen menjadi 5,9 persen. Menurut Diop, anjloknya pertumbuhan disebabkan neraca perdagangan yang defisit, turunnya prospek investasi, serta rendahnya harga komoditas yang bertengger pada level rendah. Namun, kata dia, melambatnya pertumbuhan hanya bersifat sementara. "Pada 2014, perekonomian Indonesia kembali meningkat."
Diop memperkirakan tekanan inflasi akan berpengaruh signifikan pada perekonomian Indonesia. Hal ini terjadi setelah kenaikan bahan bakar akhir Juni lalu. Namun, dia menegaskan, perlambatan yang terjadi di Indonesia masih dalam taraf moderat sehingga diharapkan ada perbaikan pada 2014, menjelang suksesi politik.
Bank Dunia juga memperkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini dan 2,1 persen pada 2014.
Tempo.co
Posting Komentar