Para pendukung Presiden Mursi akan tetap terus melakukan aksi demonstrasi, kendati mereka dihujani tembakan senjata, yang mengakibatkan ratusan orang yang syahid, dan ribuan lainnya terluka. Mereka tak gentar menghadapi senjata militer. Mereka bersemboyan : "Hidup mulia atau mati syahid".
Sekalipun fihak aparat keamanan dan militer Mesir terus berusaha mengakhiri aksi demonstrasi yang mereka lakukan, tetapi mereka tak hendak meninggalkan jalan-jalan dan tempat mereka. Perempuan dan anak-anak tetap berada di tenda-tenda mereka, menghindari terik matahari, dan tidak menghiraukan ancaman pihak militer.
Ribuan pendukung Jamaah Ikhwanul Muslimin tetap berada di kemah-kemah dan jalan-jalan utama di Cairo, sampai Minggu, 28/7/2013.
Mereka menegaskan tidak akan meninggalkan jalan-jalan, meskipun menghadapi "pembantaian" oleh pasukan keamanan militer yang telah menewaskan ratusan dan melukai ribuan saudara-saudara mereka.
Fihak rumah sakit di berbagai tempat di Cairo, mengatakan telah kewalahan menangani korban yang tewas maupun yang luka. DAlam waktu yang sangat singkat tembakan aparat militer Mesir, hari Minggu telah menewaskan 72 orang, terutama korban yang tewas adalah pendukung digulingkan Presiden Mohamed Mursi. Situasi kekerasan yang terus berlangsung di Mesir telah memicu kecemasan secara global.
Para pendukung Presiden Mohamad Mursi bersumpah tidak akan meninggalkan jalan-jalan kecuali Mursi dikembalikan kepada kekuasaannya. Para pendukun Mursi menuduh militer inging mengambalikan Mesir ke zaman militerisme, dan kediktatoran.
"Mereka tidak akan puas sampai mereka membawa kembali segala sesuatu kepada era yang korup, pembunuhan, penyiksaan, penahanan, dan menjadikan Mesir sebagai negara intelijen," kata pemimpin Ikhwan Essam el-Erian resmi di Facebook.
"Mereka telah meningkatkan upaya dengan melakukan pembantaian yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam sejarah Mesir", ungkapnya.
Meskipun di Kairo tenang pada Minggu pagi, bentrokan mengguncang kota Port Said, Terusan Suez, mengakibatkan seorang pemuda 17 tahun tewas dalam pertempuran antara kubu pro-dan anti-Mursi dan selanjutnya 29 orang luka-luka, ungkap sumber keamanan.
Kekerasan mengakibatkan terjadinya polarisasi di Mesir antara kalangan sekuler dan liberal dengan kalangan Islamis. Sejauh ini kalangan Ikhwan telah mendapatkan simpati yang luas dari rakyat Mesir, di mana Jamaah Ikhwan telah mengalami penindasan selama 60 tahun, sampai tergulingkannya rezim Mubarak melalui revolusi tahun 2011.
Polarisasi itu mulai timbul dalam pemerintahan baru, yang dipimpin Presiden al-Adil, di mana salah satu tanda perpecahan dari dalam kabinet interim setelah pengambilalihan militer, Wakil Perdana Menteri Bidang Perekonomian Ziad Bahaa El-Din mengatakan, pemerintah tidak harus "menindas dan melakukan kebijakan yang eksklusif" terhadap musuh-musuhnya.
Pembunuhan terjadi pagi hari setelah demonstrasi massal yang disebut oleh pemimpin militer Abdel Fattah al-Sisi untuk menunjukkan dukungan publik untuk tindakan keras terhadap "terorisme", yang Ikhwan melihat sebagai membenarkan serangan para pendukung Mursi.
Militer menegaskan tidak ingin mempertahankan kekuasaan dan bertujuan untuk menyerahkan ke pemerintahan sipil penuh dengan "peta jalan" untuk pemilu dalam waktu sekitar enam bulan.
Pada hari Minggu pagi kendaraan militer masih mengepung pintu masuk dan keluar ke alun-alun di sebelah timur laut Kairo, di mana ribuan pendukung Mursi telah berkemah selama sebulan.
Pihak berwenang mengatakan mereka ingin membubarkan para aktivis dari jalanan, tapi mereka masih berkemah di sana. Beberapa menggunakan gambar Mursi untuk melindungi kepala mereka dari matahari. Perempuan dan anak-anak sedang beristirahat di tenda yang didirikan dekat daerah pertemuan utama.
"Kami benar, legitimasi berada di pihak kita dan mudah-mudahan pada akhirnya Tuhan akan menuntun kita untuk menang dan kami tidak akan menyerah," kata Mostafa Ali, 29 dari kota Mansoura, Delta Nil.
Human Rights Watch yang berpusat di New York, menegaskan bahwa dengan pembantaian yang sangat mengejutkan masyarakat internasional, sesungguhnya militer Mesir telah menciptakan bencana.
Ketua HAM PBB Navi Pillay mengatakan serangan militer terhadap rakyat sipil telah "menyebabkan bencana".
"Para pendukung Ikhwanul Muslimin memiliki hak untuk melakukan protes secara damai," katanya dalam sebuah pernyataan
Human Rights Watch wakil Timur Tengah dan Afrika Utara mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia berpikir kematian Sabtu mungkin telah disengaja.
"Hal ini hampir mustahil untuk membayangkan bahwa begitu banyak pembunuhan akan terjadi, tanpa niat membunuh, atau setidaknya mengabaikan pidana bagi kehidupan masyarakat," kata Nadim Houry.
Sungguh sangat mengerikan apa yang terjadi di Mesir saat ini, di mana di bulan Ramadhan terjadi pembantaian yang sangat biadab yang dilakukan oleh militer terhadap anggota Jamaah Ikhwan.
(*/voa/af/hh)
Posting Komentar