Musisi beraliran Punk Rock yang identik dengan rambut merah muda, jaket kulit atau tato tengkorak, seringkali disebut sebagai pemberontak. Namun kali ini, mereka memberontak kekerasan agama di negaranya sendiri. Seperti kelompok Punk Rock di Yangon, Myanmar, yang justru memberontak untuk membela warga muslim Rohingya.
Sementara kalangan lainnya hanya bisa berdiam atas kasus ini, kelompok punk rock di Myanmar justru terang-terangan menentang tindakan biksu Budha yang mereka anggap menimbulkan tindak kekerasan terhadap warga Muslim Rohingya.
"Jika mereka biarawan nyata, aku akan tenang, tetapi mereka tidak," kata Kyaw Kyaw, vokalis Rebel Riot. Bersama bandnya, seperti dilansir Washingtonpost, ia membanting kemunafikan agama dan gerakan anti-Muslim yang dikenal sebagai "969".
"Diam dan tidak berbuat apa-apa juga sama bahayanya dengan massa yang meratakan masjid dan bersorak ketika Muslim diburu dan dipukuli sampai mati dengan rantai dan pipa logam," kata Michael Salberg, direktur urusan internasional di Liga Anti-Fitnah yang berbasis di AS.
Saat kekuasaan junta militer Myanmar sudah berakhir dan digantikan oleh pemerintahan reformis yang dipimpin oleh Presiden Thein Sein. Saat ini Myanmar justru dipenuhi konflik komunal yang diduga didorong oleh kelompok penghasut.
Bagi banyak orang, menjadi biksu merupakan bagian penting dan paling dihormati masyarakat. Namun di Myanmar, beberapa dari mereka justru mengklaim warga Muslim sebagai ancaman bagi budaya dan tradisi mereka.
Seperti Wirathu, seorang pembicara karismatik dan pendukung 969. Ia menyerukan pemboikotan toko-toko milik warga muslim. Ia juga melarangan pernikahan antara perempuan dan laki-laki Muslim, karena menurutnya hal tersebut dapat meningkatkan anka kelahiran warga Muslim.
"Yang dapat saya katakan adalah, orang harus melihat pada ajaran dasar Buddha dan bertanya pada diri sendiri, apakah maksudnya hal ini? Ajaran Buddha sesungguhnya mengajarkan untuk berbuat kebaikan dan menciptakan kedamaian untuk semua kalangan manusia," Kata Ye Ngwe Soe, 27 tahun, vokalis dari No U Turn, Band punk rock paling populer di negara tersebut.
Ye Ngwe Soe juga menulis lagu tentang "Perang Manusia", setelah terjadi kekerasan terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine yang mulai tumpah ke daerah lain.
"Ketika saya pergi ke beberapa daerah perkotaan, aku mendengar mereka berbicara tentang 969, membenci Muslim, dan bertindak anarkis. Seharusnya tidak seperti ini," jelas Ye Ngwe Soe.
Selama pemerintahan militer, komunitas juga punk rock gemar melakukan kampanye membela umat Muslim yang dilakukan secara rahasia. Bisa bertempat di gedung kosong, rel kereta api atau tempat-tempat lainnya. Beberapa orang di komunitas tersebut bahkan terkadang sering ditakut-takuti oleh ancaman penangkapan dan pemenjaraan.
Kyaw Kyaw mengungkapkan, "walaupun aku tidak bisa mengubah dunia, atau Myanmar, atau bahkan Yangon, aku setidaknya bisa mempengaruhi orang di sekelilingku."
"Pihak berwenang mungkin bisa menangkap kami, tapi kami tidak peduli, diserang oleh kelompok tertentu pun kami tidak peduli. Kami telah mempersiapkan diri untuk membela umat muslim Rohingya." jelas Kyaw kyaw.
Posting Komentar